6 Alasan Kenapa Orang Indonesia Malas Membaca Buku

Share:

6 Alasan Kenapa Orang Indonesia Malas Membaca Buku

Dalam era digitalisasi ini, kegiatan membaca seolah-olah semakin terpinggirkan di tengah gaya hidup modern masyarakat. Di Indonesia, kebiasaan membaca masih menjadi tantangan besar, dengan banyak individu yang tampaknya enggan untuk meresapi dunia tulis-menulis. 

Fenomena ini memunculkan pertanyaan: mengapa begitu banyak orang Indonesia cenderung malas membaca? Dalam artikel ini, kita akan menyelidiki enam alasan utama yang mungkin menjadi pemicu rendahnya minat membaca di kalangan masyarakat Indonesia.


Budaya Sekolah

Terlepas dari keberlanjutan tradisi yang telah berakar, budaya yang tumbuh di kalangan sekolah-sekolah Indonesia menempatkan kegiatan membaca sebagai sesuatu yang dilakukan semata-mata sebagai tanggung jawab sekolah, dan tidak selalu menjadi pilihan pribadi. Dengan demikian, membaca sering kali dianggap sebagai kebiasaan yang jarang dilakukan atau bahkan dianggap aneh. 

Ironisnya, kegemaran membaca dapat menjadi sasaran perundungan, karena dianggap mencari pengakuan dan terlihat berusaha berlebihan dalam menunjukkan ketertarikan pada pelajaran. Dalam konteks ini, perlunya mengubah pandangan terhadap membaca sebagai kegiatan yang menarik dan positif menjadi sebuah perubahan kunci yang harus diupayakan dalam lingkungan pendidikan.


Tradisi Lisan

Warisan budaya Indonesia cenderung lebih mengutamakan tradisi lisan, menciptakan ikatan erat antara masyarakat dan warisan lisan yang dimiliki. Terlihat jelas melalui keberagaman cerita-cerita, termasuk dongeng, yang secara turun temurun disampaikan secara lisan. Dengan begitu, budaya membaca di Indonesia mungkin tidak sekuat budaya lisan. Lebih ditekankan pada tradisi lisan, masyarakat Indonesia cenderung menghargai dan menyampaikan informasi melalui percakapan dan cerita lisan, bukan melalui media tulisan.


Kurangnya Akses Bacaan

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya 61% dari sekolah dasar yang dilengkapi dengan perpustakaan, dan dari angka tersebut, hanya 31% yang dapat dinyatakan berada dalam kondisi yang memadai. Fakta ini mencerminkan kurangnya prioritas yang diberikan pada fasilitas perpustakaan di lingkungan sekolah, menciptakan tantangan dalam memberikan akses luas terhadap sumber daya literatur bagi siswa. Sebagai akibatnya, kurangnya perhatian terhadap pembangunan dan pemeliharaan perpustakaan sekolah menjadi isu yang krusial dalam mendukung pengembangan minat membaca di kalangan pelajar.


Hadirnya Sosial Media Lain

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki tingkat konsumsi media sosial, streaming TV/film, dan game online yang sangat tinggi. Media-media ini, yang cenderung lebih interaktif dan visual, seringkali memberikan rangsangan instan kepada penggunanya, berbeda dengan buku yang memerlukan tingkat fokus, dan konsetrasi yang lebih tinggi. 

Seharusnya dengan pesatnya perkembangan teknologi, masyarakat dapat lebih mudah membaca tapi hadirnya sosial media dan tayangan video tambah mengurangi minat masyarakat untuk membaca dan belajar lewat tulisan.


Kurangnya Kualitas Buku yang Tersedia

Pegiat perpustakaan keliling di Indonesia, Nirwan Ahmad Arsuka, menyampaikan bahwa umumnya buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah untuk keperluan sekolah tidak memiliki daya tarik, terlalu kaku, dan memiliki gaya penulisan yang kurang memadai. Menurutnya, situasi ini dapat membentuk persepsi negatif terhadap buku-buku di kalangan siswa sejak dini.


Kurangnya Buku Asing

Akhirnya, selain adanya kelemahan dalam mutu buku-buku yang tersedia di perpustakaan sekolah di Indonesia, keterbatasan akses terhadap bacaan terjemahan dalam bahasa Indonesia sering kali hanya dapat diatasi dengan pembelian melalui toko-toko. Proses ini kerap kali dihambat oleh harganya yang cukup tinggi, sehingga hanya segelintir kalangan yang mampu menikmati keberagaman buku-buku tersebut. Fenomena ini menimbulkan ketidaksetaraan dalam kesempatan mengakses literatur terjemahan, menyisakan sebagian masyarakat yang terbatas dalam eksplorasi dan penikmatan karya-karya sastra terjemahan.


Penutup

Meskipun tantangan besar terdapat dalam merangsang minat baca di Indonesia, perubahan bisa dimulai dari kesadaran akan pentingnya literasi. Mengakui alasan-alasan di balik keengganan membaca adalah langkah awal untuk menciptakan budaya literasi yang lebih sehat. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, pendidik, dan masyarakat umum, kita dapat bersama-sama mengatasi hambatan-hambatan tersebut. 

Membaca bukan hanya tentang mengakses informasi, tetapi juga mengembangkan pikiran, memperkaya imajinasi, dan membentuk pandangan dunia yang lebih luas. Jadi, mari kita bersatu untuk merangsang semangat membaca di tengah-tengah masyarakat, membangun fondasi yang kokoh untuk masa depan berbudaya dan berpengetahuan.

No comments

Jangan lupa kasih komentar ya!. Karena komentar kalian membantu kami menyediakan informasi yang lebih baik

Tidak boleh menyertakan link atau promosi produk saat berkomentar. Komentar tidak akan ditampilkan. Hubungi 081271449921(WA) untuk dapat menyertakan link dan promosi